Nama : Grace Patricia Samosir
NIM :
09.01.630
Ting/Jur : V-B/Teologi
M.
Kul : Seminar Dogmatika
Dosen : Pdt. Pardomuan Munthe, M. Th Perbaikan
BAHASA ROH
(Tinjauan Dogmatis Tentang Bahasa
Roh Dalam Konteks Kisah Para Rasul dan Pemaknaannya Dalam Gereja Protestan)
I.
Latar
Belakang Masalah
Berbicara mengenai Bahasa
Roh, maka arah pikiran dan tujuan seseorang langsung mengarah kepada Gereja
yang beraliran Kharismatik/Pentakostalisme, karena inilah yang
menjadi ciri khas dari gereja ini.
Praktek berbahasa roh dalam gereja kharismatik
dipahami sebagai manifestasi Roh Kudus. Sehingga ada penilaian dari
kalangan pentakosta bahwa di luar mereka tidak memiliki Roh Kudus. Sering
terjadi ketegangan dalam penghayatan keabsahan praktik bahasa Roh. Glossolalia atau yang sering diartikan sebagai bahasa lidah atau
bahasa Roh adalah salah satu karunia Roh Kudus. Dalam
cara memperoleh karunia Roh Kudus ini dan penggunaannya dalam jemaat dewasa ini
kerap mendapat pertanyaan dan kritik yang tajam. Kepada siapa bahasa Roh
diberikan, bagaimana cara mendapatkannya, apa fungsi dan bagaimana pemaknaanya
dalam gereja Protestan. Oleh sebab itu akan dibahas bahasa Roh secara khusus bahasa
Roh dalam
konteks Kisah Para Rasul.
II.
Pembahasan
2.1 Pengertian Bahasa Roh
Bahasa
Roh adalah terjemahan dari kata Yunani γλόσσόλαλίά (glossolalia). Istilah ini
terdiri dari dua kata yaitu, γλόσσά (glossa) yang artinya ‘lidah’, dan λαλεω
(laleo) yang artinya ‘berbicara’ sebagai suatu pemberian yang maha mulia dari
Tuhan Allah. [1]
Kata glossa ditemukan dalam Kisah
Para Rasul 10:46; 19:6 dan 1 Korintus 12-14. Dalam terjemahan baru istilah glossa diterjemahkan ‘bahasa roh’.
Bahasa
Roh harus dibedakan dengan pelajaran bahasa asing. Bahasa Roh adalah karunia
dan bukan suatu yang dipelajari. Bahasa Roh adalah ‘nubuatan’ yang diberikan
Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Nubuatan ini terjadi setelah pencurahan Roh
Kudus kepada mereka, maka salah satu mujizat yang terjadi adalah mereka
berbicara dengan bahasa Roh. (bnd. Mrk. 16:17).
Karunia bahasa Roh disebut ‘berkata-kata dalam bahasa lain’ (Kis. 2:4).
Hal berkata-kata dalam bahasa Roh hanya terdapat dalam dua tempat lain (Kis.
10:46 dan Kis. 19:6). [2]
Ketika
karunia bahasa Roh diberikan, harus dipahami bahwa hal itu terjadi bukan karena
kesalehan, bukan karena kebaikan atau jasa kita, akan tetapi semua itu terjadi
semata-mata karena kebaikan Tuhan.[3] Oleh karena itu karunia Roh Kudus tidak boleh
digunakan seturut kehendak.
2.2 Bahasa Roh dalam Konteks Kisah Para
Rasul
Dalam
Kisah Para Rasul ada disebutkan 3 kali
tentang bahasa Roh. Pertama, pada Kisah
Para Rasul 2, kepada murid-murid atau orang-orang Yahudi. Kedua dalam Kisah Para Rasul 10, kepada keluarga
Kornelius/Non-Yahudi dan yang ketiga, kepada
orang-orang Yahudi di luar negeri, di Efesus.
Perjalanannya dimulai dari Galilea, Yudea (Yope, keluarga Kornelius) sampai ke
ujung bumi (perjalanan para murid-murid). Bahasa Roh itu adalah tanda bahwa Roh
Kudus adalah saksi Kristus, tanda bahwa Kristus disaksikan dan tanda orang yang
bersaksi itu adalah tanda orang yang dipersaksikan. Berikut akan dibahas lebih
lanjut.
-
Kisah
Para Rasul 2:1-13
Kisah para Rasul sedikit membahas refleksi tentang peranan Roh tetapi banyak bercerita tentang pekerjaan Roh. Kisah Para Rasul 2:1-13, mengisahkan suatu peristiwa yang terjadi tepat pada hari pentakosta. Pentakosta adalah lima puluh hari sesudah Paskah yaitu pesta syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan atas pemberian hukum kepada Musa di Gunung Sinai. Di mana secara tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah tempat orang-orang percaya duduk. Nampaklah oleh mereka lidah-lidah api seperti nyala api bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing kemudian mereka mulai ‘berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain’. (Kis 2:4). Efek dari kejadian ajaib adalah salah satu yang internal bahwa murid-murid semua dipenuhi dengan Roh Kudus. Tidak ada yang dikecualikan, mereka semua menerima karunia yang sama. Karunia ini terwujud eksternal dalam bahwa semua mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Perhatikan permainan kata: lidah terkait dengan bahasa-bahasa lain. Kemudian bahasa lain diidentifikasi sebagai bahasa asing. Ini pencurahan pertama Roh Kudus atas gereja tidak hanya unik karena motif Teofani yang menyertainya tetapi juga karena keajaiban bahasa yang terwujud itu.[4]
Di
Yerusalem terdapatlah orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia yang
berziarah ke kota untuk merayakan pesta. Mereka yang berasal dari jauh agaknya
berbicara dalam bahasa Aram dan Hibrani. Yang pertama diperlukan sebagai alat
pembantu dalam percakapan mereka selama di Palestina dan yang kedua berguna
untuk ibadat dalam sinagoge. Mereka berkumpul untuk menyelidiki asal mula bunyi
yang hebat itu dan menjadi bingung ketika mendengar bahasa mereka sendiri
dipakai oleh kelompok orang-orang Galilea. Daerah-daerah yang didaftarkan di
sini oleh Kisah Para rasul umumnya berurutan dari Timur ke Barat, dengan ‘orang
Kreta dan orang Arab’ sebagai tambahan pada daftar tersebut. Partia, Midia,
Elam adalah negeri-negeri yang disebelah Timur Mesopotamia dan di sebelah Utara
teluk Persia, Yudea merupakan wilayah Selatan Palestina, Kapadosia, Pontus,
Frigia dan Pamfilia adalah daerah-daerah yang terdapat di Asia Kecil (Turki),
Libia termasuk bagian Utara Afrika dan Kreta adalah Pulau di bagian Selatan
Yunani. Semua orang yang hadir adalah orang-orang Yahudi atau Proselit (mereka
yang masuk agama Yahudi).[5]
Banyak di antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain terheran-heran mendengar
murid-murid itu memuji Allah dalam bahasa dan dialek mereka (Kis. 2:7). Yang mencengangkan orang banyak bukanlah
kejadian yang tiba-tiba tentang orang-orang yang berkata-kata dalam bahasa yang
tak dapat dimengerti, melainkan bahwa mereka mendengar orang-orang Galilea yang
sederhana itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.[6]
Mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa yang baru, hingga para pendengarnya
dapat mengerti karena mereka berbicara dalam bahasa daerah mereka masing-masing
tentang ‘perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah’ (2:5-13).[7]
Dalam Kisah Para Rasul selanjutnya tidak ada petunjuk bahwa karunia itu diulangi sebagai
pertolongan linguistic bagi upaya-upaya jemaat dalam penginjilan.
Gerhard
A. Krodel menuliskan Pada hari Pentakosta para murid berbicara dalam
bahasa sehari-hari
masyarakat yang beragam.
Juga tidak hanya dua
atau tiga bahasa yang terlibat,
melainkan selusin atau lebih dari
daftar negara
yang ada. Fakta bahwa kita tidak bisa
membayangkan seperti keajaiban
bahasa mungkin tidak menjadi kunci hermeneutis yang berusaha
untuk kita pahami ini. Keajaiban seperti
konsepsi atau keajaiban
Pentakosta berada di luar pemahaman
kita, dari sudut pandang
Lukas.[8]
Beberapa lagu himne ortodoks mengenai Hari Raya
Pentakosta, yang memperingati peristiwa di Kisah Para Rasul ini menggambarkan
hal ini sebagai pembalikan dari kejadian Menara Babel (Kejadian 11). Dengan
kata lain, bahasa umat manusia yang dikacaubalaukan dalam peristiwa Menara Babel direunifikasikan
dalam peristiwa Pentakosta, yang menghasilkan penyebaran Injil bagi orang-orang
yang sedang berada di Yerusalem dari berbagai negara.[9]
Berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru (glossais
kai nais) juga disebut dalam kitab Markus 16:17 sebagai tanda yang akan
menyertai iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tanda itu menyertai pencurahan Roh
Kudus kepada orang-orang non-Yahudi pertama yang bertobat dan merupakan salah
satu penjelmaan yang kelihatan di tengah-tengah orang-orang percaya pertama di
Samaria (Kis.
8:17-19).
Beberapa
ahli mengemukan pendapat bahwa pengalaman pada hari Pentakosta bukanlah
berbicara dalam bahasa lidah melainkan berbicara dalam bahasa-bahasa asing.
Tetapi kalau begitu, sulit dimengerti mengapa beberapa orang menyimpulkan para
murid lagi mabuk (Kis, 2:13), sedangkan yang lain mendengar Allah berbicara
kepada mereka dengan jelas dalam bahasa mereka dapat mengerti. Pasti penjelasan
mengenai hal itu terdapat dalam kenyataan bahwa apa yang dilaporkan Lukas,
telah ia dengar dari orang-orang lain yang ada di situ dan yang hidupnya sudah
berubah sebagai akibat dari apa yang mereka dengar, dan bagi mereka, apapun
bahasa yang diucapkan oleh para rasul, tidak ada keragu-raguan mereka berbicara
dalam bahasa yang dapat dimengerti dengan mudah.[10]
-
Kisah
Para Rasul 10: 44-48
Pada pasal
ini diberitakan permulaan pemberitaan kepada orang-orang bukan Yahudi melalui percakapan
dengan Kornelius sang Perwira. Pertobatan Kornelius merupakan suatu terobosan
baru untuk membawa bangsa-bangsa asing ke dalam gereja. Pada saat Petrus berkhotbah sederhana tentang kebenaran
kehidupan Kristus dan tentang semua yang percaya kepadaNya akan mendapat
pengampunan dosa karena namaNya. Ketika Petrus sedang menjelaskan semua hal ini
turunlah Roh Kudus atas semua orang yang mendengarkan pemberitaannya. Peristiwa
ini merupakan Pentakosta bagi
bangsa-bangsa bukan Yahudi. Petrus menjadi pemimpin dari kedua peristiwa
pentakosta itu. Orang-orang Yahudi yang mengikuti Petrus tercengang melihat
bahwa Karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga. Turunnya
Roh Kudus dengan anugrah berkata-kata dalam bahasa Roh, menyebabkan golongan
bersunat, termasuk Petrus mengatasi sisa-sisa terkahir dari rasa purbasangka
dan menerima keselamatan dalam pengertian yang benar. Petrus menganjurkan agar
orang-orang tidak bersunat itu dibaptis, setelah mereka menerima Roh Kudus,
mereka sangat gembira dan meminta Petrus supaya tinggal beberapa hari lagi
bersama-sama dengan mereka.
Berita
mengenai kejadian istimewa ini, pembaptisan terhadap bangsa-bangsa yang tidak
bersunat dengan segera sampai ke Yerusalem. Terutama ‘mereka dari golongan
bersunat’ menjadi susah. Petus mewartakan Injil kepada orang-orang itu dan
membaptis mereka. Roh Kudus turun ke atas mereka dengan anugrah-anugrahNya. petrus
menjelaskan tentang penglihatan yang diterimanya kepada orang-orang Yahudi
sehingga mereka mengakui bahwa bangsa bukan Yahudi juga mengambil bagian di
dalam keselamatan. [11]
-
Kisah
Para Rasul 19:6
Pasal ini
menuliskan perjalanan misi Paulus yang ketiga yaitu di Efesus. Paulus bertemu
dengan kira-kira 12 orang murid yang belum menerima Roh Kudus bahkan
sesungguhnya mereka belum tahu bahwa Roh Kudus sudah mulai berkarya. Sama
seperti Apolos mereka telah dibaptis denagn baptisan Yohanes, tidak lebih dari
itu. Paulus menjelaskan kepada mereka bahwa Yesus adalah sesungguhnya Dia yang
oleh Yohanes ditunjuk sebagai orang yang datang sesudah dia. Mereka percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan dibaptis. Ketika Paulus menumpangkan tangan di
atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka menerima anugrah berkata-kata
dalam bahasa roh dan bernubut. Selama tiga bulan Paulus melanjutkan
pewartaannya di tengah-tengah orang Yahudi yang berada di luar kota yakni di
Efesus dan kemudian Paulus meninggalkannya. [12]
2.3 Bahasa Roh dalam Surat Korintus
(Sebuah Bandingan)
Berbicara
dalam bahasa lidah disebut sebagai salah satu karunia Roh (1 Kor. 12:10;
14:5-25). Tetapi pada umumnya disepakati bahwa berbahasa lidah seperti itu bukanlah
berbicara dalam bahasa-bahasa asing yang tidak diketahui oleh pembicaranya
tetapi lebih merupakan semacam ucapan ekstatik yang sangat berbeda dari bentuk
dan isi dari bahasa sebenarnya. Paulus mempertentangkan ucapan bahasa biasa
dengan apa yang disebutnya ucapan ‘bahasa malaikat’ (1 Kor. 13:1) yang memberi
kesan ia sadar akan perbedaan tersebut.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus menegaskan
bahwa bahasa Roh itu adalah:[13]
- Bahasa Roh berarti berkata-kata kepada Allah; bukan
kepada manusia; oleh Roh mengucapkan hal-hal yang rahasia, dan tidak ada
seorang pun yang mengerti bahasanya (I Korintus 14:2)
- Orang yang berkata-kata dalam bahasa roh membangun
(memperbaiki) dirinya sendiri (I Korintus 14:4)
- Bahasa Roh merupakan doa yang dilakukan oleh roh (I
Korintus 14:4)
- Bahasa Roh merupakan bahasa pengucapan syukur yang
sangat baik (I Korintus 14:16-17).
Sekalipun demikian, Paulus meminta agar jemaat berlaku
bijak dalam berbahasa roh, karena bila dalam ibadah setiap orang berkata-kata
dalam bahasa roh, maka orang-orang yang tidak percaya bisa mengatakan mereka
“gila” (I Kor 14:23). Inilah persoalan utama yang harus dipikirkan. Mengapa
sebenarnya Roh Kudus memberikan karunia berkata-kata dengan bahasa roh pada
mulanya? Karunia berkata-kata dengan bahasa roh sebenarnya adalah tanda bagi
orang-orang yang tidak beriman. Akan tetapi, karunia ini mempunyai tujuan lain
yang berkaitan dengan tubuh Kristus. Paulus mengacu pada karunia berbahasa roh
beberapa kali dalam lima ayat pertama dari I Korintus 14, dengan tujuan
pembangunan atau pembinaan. Dapat dilihat bahwa dalam ayat 5 Paulus menyebutkan
bahwa bahasa roh tidak seharusnya terjadi di gereja jika tidak ada seseorangpun
yang menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun. Kemudian dalam ayat 26
Paulus memperkuat nasihat itu ketika dia menyatakan “semuanya itu harus
digunakan untuk membangun.” Kata membangun berarti mendirikan atau dapat
dikatakan bahwa apa saja yang tidak mendirikan atau membina gereja itu tidak
sah. Karunia berkata-kata dengan bahasa roh diberikan oleh Roh Kudus untuk
membangun perhimpunan para orang Percaya. Inilah letak kepentingan daripada
berkata-kata dalam bahasa roh.[14]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa karunia berbahasa
roh dan penafsiran bahasa roh itu harus berjalan sejalan. Karena apa gunanya
suatu perkataan yang tidak jelas artinya diucapkan? Tentulah hal ini tidak
berguna, kecuali ada orang yang dapat menafsirkannya atau ia sendiri juga dapat
menafsirkannya. Untuk itulah Allah memberi karunia yang disebut ‘penafsiran
bahasa-lidah’ (I Kor 12:10). Karunia penafsiran bahasa roh itu merupakan ucapan ilahi
melalui Roh yang memberikan arti terhadap suatu ucapan dalam bahasa lain. Ia
bukan merupakan terjemahan bahasa roh, melainkan ia merupakan tafsiran dari
bahasa roh, yang juga merupakan suatu ilham tersendiri, dan tidak merupakan
pengertian intelektual akan bahasa-lidah, sebagaimana Roh mendorong seseorang
berdoa dalam bahasa lidah maka Roh yang sama akan mendorong seseorang memberi
pengertian bahasa lidah tersebut.[15]
Karunia tentang penafsiran
bahasa roh ini merupakan karunia yang paling rendah tingkatannya dari deretan
karunia-karunia yang lainnya, sebab ia tidak dapat bekerja tanpa adanya
kegiatan bahasa roh. Tujuan daripada karunia ini ialah untuk memberikan kepada
karunia bahasa roh itu pengertian yang dapat dipahami bagi para pendengarnya
agar supaya sidang jemaat maupun pemilik dari karunia itu dapat mengetahui apa
yang telah dikatakan oleh dirinya, sehingga dengan demikian iman mereka dapat
dibangunkan.[16]
Oleh karena itu karunia-karunia Roh harus diusahakan untuk dipergunakan
membangun jemaat. Jadi siapa yang berkata-kata dalam bahasa roh, haruslah
berdoa agar diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.[17]
2.4 Pandangan Bapa-Bapa Gereja Terhadap Bahasa Roh
Praktik berbahasa roh atau berbahasa-lidah sudah
disinggung pada zaman Bapa-bapa gereja. Contoh:
-
Irenaeus ( 130–202
M )
Karunia
ini diklaim oleh orang-orang Kristen mula-mula karena Irenaeus yang
adalah murid dari Polikarpus
(murid dari rasul Yohanes). Dia
mengatakan dengan jelas, ‘Kami mendengar banyak orang di gereja berbicara
dengan berbagai bahasa Roh yang membawa cahaya untuk kepentingan umum hal-hal yang tersembunyi dan menyatakan misteri Allah’.
Sewaktu mengatakan bahwa banyak orang pada masanya yang mempunyai karunia ini,
ia sendiri tidak mempunyai karunia ini.
-
Justin Martyr (150 M)
Martyr menyinggung mengenai bahasa lidah dalam sebuah dialog
dengan Trypho (bab. 82). Bahasa Roh adalah ‘hadiah
(karunia) untuk
kenabian
dan tetap bersama kami, bahkan sampai waktu sekarang ini’.
-
Tertulianus (200 M)
Tertullian adalah seorang pemimpin Kristen awal, dan apologis. Dalam penulisan melawan Marcion sesat, Tertulianus menulis: "Biarkan Marcion kemudian menunjukkannya sebagai hadiah dari Tuhan
beberapa
nabi seperti belum diucapkan oleh akal manusia, tetapi dengan Roh Allah, seperti telah diprediksi kedua hal yang akan datang, dan telah dinyatakan rahasia hati, biarkan dia menghasilkan mazmur, visi, doa
biarlah oleh Roh dalam ekstasi, yaitu, dalam suatu pengangkatan.
Tertulianus juga menyinggung tentang “interpretasi bahasa roh sebagai
tanda”
-
Yohanes Krisostomus (347 – 407 M)
Dalam Homilies pada 1 Korintus 14 dia
mengatakan roh
terdengar dalam dirinya
dan hadiah itu disebut karunia lidah karena ia bisa
sekaligus berbicara berbagai bahasa.[18]
-
Agustinus dari Hippo (400 M)
Augustinus, Uskup Hippo, salah satu dari empat ayah besar Gereja Latin dan dianggap yang terbesar dari mereka semua: "Kami masih melakukan apa yang para rasul lakukan ketika mereka menumpangkan tangan di atas orang-orang Samaria dan disebut Roh Kudus pada mereka dalam meletakkan tangan diharapkan bertobat harus berbicara dengan bahasa yang baru.
-
Lutheran
Luther
mengatakan bahwa karunia bahasa Roh telah pernah diberikan kepada orang Yahudi.
Namun demikian karunia itu telah berhenti. Orang-orang Kristiani tidak lagi
membutuhkan mukjizat-mukjizat. Luther bahkan menggunakan teks I Kor 12-14 untuk membuktikan bahwa
yang penting itu cinta kasih. Bahasa roh memang dibutuhkan ketika gereja masih
berkembang. Namun, kini tidak dibutuhkan lagi.
[19]
-
Yohanes Calvin
Calvin mengajarkan bahwa bahasa roh
itu diperlukan untuk karya penginjilan pada awal gereja, tetapi kini sudah
tidak muncul lagi. Jadi, secara singkat bisa dikatakan bahwa gereja-gereja
Protestan arus utama bersikap sangat hati-hati, bahkan secara teguh menentang
segala manifestasi kerohanian yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh dari
gerakan entusiasme.
-
John
Wesley
John
Wesley berpandangan bahwa aturan dalam
hal ini adalah ‘semuanya yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang satu dan yang
sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus seperti yang
dikehendakiNya. Jadi karunia ini diberikan kepada setiap orang, setiap gereja
dan setiap tubuh kolektif orang-orang percaya. Roh Kudus memberikan dan mengaruniakan
karunia-karunia tersebut sebagaimana dikehendakiNya. Dengan demikian tidak ada
cara khusus untuk menentukan keinginan-keinginan semua gereja. Allah yang
bekerja menurut kehendakNya bisa memberikan karunia bahasa Roh dimana Dia tidak
memberikan karunia yang lain. Barangkali kita tidak bisa selalu mengenal
pikiran Tuhan. Dari hal ini dapat ditentukan apakah hal ini masih dikerjakan
dalam gereja setelah masa rasul-rasul. [20]
2.5 Pemaknaan Bahasa Roh Dalam Konteks
Kisah Para Rasul diperhadapkan pada Gereja Protestan
Bahasa
Roh itu adalah tanda bahwa Roh Kudus adalah saksi Kristus, tanda bahwa Kristus
disaksikan dan tanda orang yang bersaksi itu adalah tanda orang yang
dipersaksikan. Dalam Kisah Para Rasul, bahasa Roh muncul 3 kali yaitu kepada
murid-murid atau orang-orang Yahudi (Kis. 2), kepada keluarga
Kornelius/Non-Yahudi (Kis. 10) dan kepada orang-orang Yahudi di luar negeri, di Efesus. Hal ini berarti
bahasa Roh itu diberikan tanpa memandang bulu. Semua mendapat kesempatan untuk
menjadi saksi dan bersaksi.
Jika beberapa orang Kristen modern mengklaim bahwa glossolalia mereka adalah
pengulangan pengalaman Pentakosta, mereka mengabaikan fenomena Theophani dan
keajaiban bahasa asing dari
cerita Lukas. Dan
harus mereka mengklaim bahwa glossolalia mereka sebenarnya
berbicara dalam bahasa asing seperti bahasa asli dari Partia, Media atau Elam,
mereka masih tidak akan mengulangi keajaiban Pentakosta,
karena ketika mereka melakukan glossolalia mereka ada
orang Yahudi berbicara Parthia
kuno yang hadir. Jadi
bahkan jika klaim mereka itu benar itu akan berjumlah
total membuang kuasa Allah.
Dalam hal ini Iman Kristen menolak dengan keras ajaran
dan praktek bahasa roh yang bertentangan dengan Firman Tuhan sebagaimana yang
diamanahkan dalam Kisah Para Rasul 2, Markus 16:17 dan I Korintus 12-14. Iman
Kristen menolak dengan tegas setiap praktek bahasa roh yang bukan berpedoman
kepada pengajaran Allah.[21]
Iman Kristen juga tidak boleh menutup diri terhadap
adanya ‘bahasa roh’, karena bahasa roh adalah salah satu dari berbagai jenis
karunia-karunia Roh yang diberikan kepada manusia di
mana bahasa roh itu harus dimengerti dan dipahami oleh
semua orang yang mendengarnya. Akan tetapi, bila sampai pada urusan gereja,
sasarannya adalah untuk membina tubuh Kristus-bukan semata-mata membina diri
sendiri. Gereja-gereja Protestan
sering dianggap kurang ketat dalam mempertahankan kesucian gereja. Dan
dikatakan juga bahwa Roh Kudus tidak hadir dalam gereja Protestan sehingga
karunia-karunia Roh tidak terdapat di sana. [22]
Jika demikian apakah memang jemaat Kristen Protestan berjalan tidak sesuai
dengan Alkitab?? Walaupun dalam kitab Kisah Para Rasul 2, Markus 16:17 dan 1
Korintus praktek bahasa Roh itu adalah selalu dalam konteks ‘bahasa yang lain’,
namun iman Kristen mengajarkan kepada kita bahwa bahasa Roh itu tidak selalu
diartikan dalam konteks ‘bahasa asing’. Jauh lebih baik apabila istilah ‘bahasa
lain’ itu diterjemahkan dengan bahasa yang rohani, bahasa yang sopan,
lemah-lembut, ucapan dan tutur kata yang keluar dengan budi bahasa yang baik
atau secara singkat dapat disebut bahasa Kasih.
Tidak
ada seorangpun yang bisa mengklaim bahwa bahasa Roh itu diberikan hanya pada
golongan tertentu. Bahasa Roh adalah tanda bahwa Roh Kudus adalah saksi
Kristus, tanda bahwa Kristus disaksikan dan tanda orang yang bersaksi itu
adalah tanda orang yang dipersaksikan. Semua orang dimana pun bisa mendapat
bahasa Roh. Yang pertama diutus murid-murid-Nya kemudian keluarga Kornelius dan
orang-orang Yahudi di luar Galilea. Tidak ada dua kali di Alkitab bahasa Roh,
karena sekali mereka diutus seumur hidup, semua sudah menerima Roh Kudus
melalui mereka, sudah terjadi mulai dari Galilea sampai ke ujung bumi.
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa Roh adalah terjemahan
dari kata Yunani γλόσσόλαλίά (glossolalia). Istilah ini terdiri dari dua kata
yaitu, γλόσσά (glossa) yang artinya ‘lidah’, dan λαλεω (laleo) yang artinya ‘berbicara’
sebagai suatu pemberian yang maha mulia dari Tuhan Allah. Bahasa Roh dalam konteks
Kisah Para Rasul disebutkan 3 kali
tentang bahasa Roh. Pertama, pada Kisah
Para Rasul 2, kepada murid-murid atau orang-orang Yahudi. Kedua dalam Kisah Para Rasul 10, kepada keluarga
Kornelius/Non-Yahudi dan yang ketiga, kepada
orang-orang Yahudi di luar negeri yakni Efesus.
Perjalanannya dimulai dari Galilea, Yudea (Yope, keluarga Kornelius) sampai ke
ujung bumi (perjalanan para murid-murid). Karunia yang diberikan oleh Roh Kudus
bagi orang percaya tujuannya adalah untuk memperlengkapi dan membekali
orang-orang percaya meneruskan misi Allah di dunia mengabarkan berita
keselamatan sehingga karunia itu harus bermuara menjadi kemuliaan dan kebesaran
nama Tuhan
IV.
Daftar
Pustaka
Bambang mulyono, Firman
Hidup, Jakarta: BPK GM, 2002
Bayer, γλόσσά, dalam The Interpreter’s Dictionary of The Bible,
keith Crim dan Victor Paul Furnish, Nashville: Parthenon Press, 1976
Brink H. Van den, Tafsiran Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK GM
Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, Pematangsiantar : L-SAPA, 2007
David
L. Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat,
Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996
De Jonge, Apa dan Bagaimana Gereja?, Jakarta: BPK
GM, 2002
Deshi Ramadhani, Mungkinkah
Karismatik Sungguh Katolik?, Yogyakarta: Kanisius, 2004
Donal
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2,
Jakarta: BPK GM, 2006
Gerhard A. Krodel, Augsburg Commentary On The New Testament Act, Philadelphia: Fortress Press, 1981
Heselar, Tafsir
Kisah Para Rasul, Yogyakarta: Kanisius, 1981
J. D. Douglas (Peny), Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid 1, Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982
J.L.Ch. Abineno, Karunia-karunia
Roh Kudus, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1980
Jack
Dare, Surprised By The Power of The Holy
Spirit, Yogyakarta: Andi, 1993
Jan S. Aritonang, Berbagai aliran Di Dalam dan Di Sekitar
Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995
John
Drane, Memahami Perjanjian Baru,
Jakarta:BPK GM, 2006
Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Perjanjian Baru: Kisah Para Rasul,
Yogyakarta: Kanisius, 1981
Merril
C. Tenney, Survey Perjanjian Baru,
Jakarta: BPK GM, 2003
Paul Enns, The
Moody Hand Book of Theology, Malang, Literatur Saat, 2004
Rudolf H. Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, Jakarta : Atalya Rileni Sudeco,
2001
Tony
Evans, Janji Allah, Jakarta : Yayasan
Pekabaran Injil “Immanuel”, 1999
Wesley John, The
Holy Spirit and Power, Yogyakarta: Andi, 2003
Wimanjaya K. Liotohe (Alih Bahasa), Mengenal Karunia-karunia Roh Kudus,
Jakarta : Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1985
Sumber
Internet:
http://www.metareligion.com/Linguistics/Glossolalia/contemporary
diakses pada hari: Selasa, 22 Oktober 2013
[1]
Bayer, γλόσσά, dalam The Interpreter’s Dictionary of The Bible,
keith Crim dan Victor Paul Furnish, Nashville: Parthenon Press, 1976, hlm. 908
[2]Donal Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK GM, 2006, hlm. 171
[3] Jack Dare, Surprised By The Power of The Holy Spirit, Yogyakarta: Andi, 1993, hlm. 266
[4] Gerhard A. Krodel, Augsburg Commentary On The New Testament Act, Philadelphia: Fortress Press, 1981, hlm. 76
[5] Heselar, Tafsir Kisah Para Rasul, Yogyakarta: Kanisius, 1981, hlm. 37
[6] Donal Guthrie, Op. Cit, hlm. 171
[7] Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, Jakarta: BPK GM, 2003, hlm. 294
[8] Gerhard A. Krodel, Op. Cit, hlm. 76-77
[9] J. D. Douglas (Peny), Op. Cit, hlm. 132-133
[10] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta:BPK GM, 2006, hlm. 271
[11] Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Perjanjian Baru: Kisah Para Rasul, Yogyakarta: Kanisius, 1981, hlm. 81-82
[12] Ibid., hlm. 122
[13] David L. Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996, hlm. 28-30
[14] Tony Evans, Janji Allah, Jakarta : Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1999, hlm. 364-365
[15] David L. Baker, Op-Cit, hlm. 31-32.
[16] Wimanjaya K. Liotohe (Alih Bahasa), Mengenal Karunia-karunia Roh Kudus, Jakarta : Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1985, hlm. 118.
[17] Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, Malang, Literatur Saat, 2004, hlm. 332-333.
[18] http://www.metareligion.com/Linguistics/Glossolalia/contemporary diakses pada hari: Selasa, 22 Oktober 2013
[19] Deshi Ramadhani, Mungkinkah Karismatik Sungguh Katolik?, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm. 77
[20]John Wesley, The Holy Spirit and Power, Yogyakarta: Andi, 2003, hlm. 121
[21]Rudolf H. Pasaribu, Op. Cit, hlm. 215-216
[22] De Jonge, Apa dan Bagaimana Gereja?, Jakarta: BPK GM, 2002, hlm. 46