Selasa, 22 Maret 2022

KORUPSI

 

Korupsi

(Solusi pemberantasan  Korupsi di Indonesia)

I.                   Pendahuluan

Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Keterangan: Grafik di atas menggambarkan peringkat korupsi Indonesia dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya yang disurvei pada tahun 2006. Rentang skor dari 0 sampai 10, dimana skor 0 mewakili posisi yang terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi yang terburuk. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki skor 8,16 yang berarti skor tertinggi yang mendekati angka sempurna sebagai negara paling korup di Asia.

Setiap tahun, PERC melakukan survei di sejumlah negara Asia untuk mendapatkan gambaran mengenai kecenderungan praktek korupsi yang terjadi di negara-negara tersebut. Dalam hal ini, PERC bertanya kepada responden mengenai kondisi dimana mereka bekerja, sekaligus juga menilai kondisi negara asalnya masing-masing. Metode ini digunakan agar dapat menghasilkan data perbandingan antar negara (cross country comparison) sehingga survei ini dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi bagaimana persepsi tentang korupsi terhadap sebuah negara yang berubah seiring waktu.

Berdasarkan survei PERC di atas, maka dunia internasional memiliki persepsi yang sangat buruk terhadap Indonesia sebagai negara yang paling korup. Citra negatif yang sangat melekat ini tentu saja telah membuat malu pada individu sebagai warga negara dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Indonesia telah menjadi negara terkorup pada tingkat regional maupun internasional.

Data PERC menyebutkan bahwa selama 10 tahun lebih, sejak 1997-2006, dan hingga 2011 ini, tingkat korupsi di Indonesia tidak mengalami perbaikan secara signifikan. Indonesia selalu berada pada peringkat teratas dalam praktek korupsi, sehingga selalu berada di atas rata-rata korupsi negara-negara lain. Berikut ini grafik yang menunjukkan perkembangan tingkat korupsi di Indonesia yang tidak mengalami perbaikan secara signifikan.[1]

Dari hasil grafik  dan informasi di atas, kita dapat melihat praktek korupsi telah menjadi momok bagi negara-negara di dunia secara khusus di Asia. Adalah penting bagi kita untuk mengetahui apa sebenarnya, factor-faktor yang mempengaruhi korupsi, bagaimana dampak yang dihasilkan dan apa solusi yang bisa dilakukan untuk memberantas atau meminimalisir kasus korupsi di Indonesia. Sehingga kita dapat menjadi agen-agen antikorupsi yang mampu memperbaiki citra Indonesia. Semoga seminar ini bermanfaat bagi kita.

II.                Pembahasan

2.1  Pengertian Korupsi

Secara etimologi, korupsi berasal dari bahasa Latin, “coruptio atau corrumpere”, dan bahasa Inggris, corruption artinya kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak-jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.[2] Korupsi juga diartikan perbuatan buruk atau tindakan menyelewengkan dana, wewenang, waktu untuk kepentingan pribadi, sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Karena akibatnya yang merugikan itu korupsi digolongkan sebagai tindak pidana. [3] Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi ialah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahan dan instansi lainnya). Untuk kepentingan pribadi atau orang lain.[4] A.A. Yewangoe berpendapat, korupsi itu adalah sebagai ekstra ordinary crime yaitu sebagai kejahatan yang luar biasa terhadap kemanusiaan sebab pengaruhnya yang jahat yang tidak dapat terbendung lagi memasuki berbagai bidang kehidupan.[5] Jadi, dapat dikatakan bahwa korupsi itu adalah suatu tingkah laku atau tindakan seseorang ataupun kelompok yang melanggar norma-norma yang berlaku serta mengabaikan sebuah tanggung jawab demi kepentingan pribadi.

2.2  Faktor-Faktor Pendorong Tindakan Korupsi

Melihat semakin merebaknya tindakan korupsi, maka perlu kita ketahui apa faktor-faktor pendorong tindakan korupsi ini.

Jika kita lihat dari sudut pastoral, korupsi adalah perilaku yang menyimpang. Perilaku yang menyimpang merupakan cerminan dari kerohaniannya yang corrupted (buruk). Dengan kata lain perilaku korupsi merupakan buah dari kehidupan kerohanian yang tidak terpelihara dengan baik. (Yoh 15:1-5). Perbuatan korupsi adalah manifestasi dari kehidupan rohani yang tidak sehat. Teori yang relevan menjelaskan perilaku korupsi adalah kombinasi teori perilaku dan teori humanistik yang menjelaskan bahwa sebuah tindakan kejahatan seperti korupsi hanya mungkin terjadi apabila memenuhi dua hal. Pertama, ada kesempatan atau peluang melakukan kejahatan. Kedua, ada keinginan atau motif untuk melakukan kejahatan itu sendiri.  Jadi teori kombinasi ini menyatakan, sebuah kejahatan tidak akan pernah terjadi apabila hanya salah satu syarat yang terpenuhi. Dari sudut pastoral, ketika seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain bukan sebaliknya menyenangkan orang lain, adalah merupakan penampakan tidak sehatnya dan tidak terpeliharanya hidup rohani yang bersangkutan dengan baik. (Kis 2:24-47).[6] EQ (Emotional Quotient) dan ESQ (Emotional and Spiritual Quotient) rendah nampak dari kejujuran dan integritas sedang bermasalah.  Kondisi rohani yang buruk menjelaskan bahwa, sekalipun jemaat rajin mendengar dasa titah, ke gereja tetapi hal pencurian tidak kurang.  Sehingga bukan faktor eksternal seperti kurangnya gaji yang menjadi pendorong korupsi melainkan faktor internal yaitu kondisi hidup rohani yang bersangkutan.

Selain faktor diatas, ada beberapa hal yang disampaikan oleh Jahenos Saragih dalam buku “Simpul-Simpul Pergumulan Bangsa Dengan Solusinya”, penyebab korupsi antara lain adalah disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya lingkungan sosial yang mendesak kebutuhan ekonomi dan sebagainya. Faktor lain yang dapat menyebabkan korupsi adalah:

-          Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu

Memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku.

-          Kelemahan pelajaran agama dan etika.

-          Kolonialisme, yakni suatu  pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan.

-          Kurangnya pendidikan.

-          Tiadanya tindakan hukum yang keras.

-          Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

-          Perubahan radikal, yakni tatkala suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal.

-          Keadaan masyarakat, yakni korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan masyarakat keseluruhan.[7]

 

2.3  Dampak Tindak Korupsi

Jika kita melihat dari sudut etika Kristen, korupsi adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan secara etis karena melanggar norma masyarakat terlebih kehendak Allah. Orang yang telah melakukan korupsi mungkin telah mengingkari hati nuraninya. Hati nurani telah diberikan kepada manusia untuk memberi penilaian terhadap diri kita. Hati nurani membandingkan perbuatan atau kata-kata kita, atau pikiran kita, atau seluruh keberadaan dengan hukum moral dan kehendak Allah. Dan kemudian hati nurani itu mengucapkan suatu penilaian yaitu dia memutuskan apakah kita seturut atau bertentangan kehendak Allah.[8] Memang Alkitab sangat jelas membicarakan korupsi sebagai masalah sosial. Setiap kasus korupsi yang dibicarakan dalam Alkitab telah tercakup dalam “sepuluh dasa Titah”, titah ke delapan misalnya jangan mencuri (Kel. 20:15). Kemudian ada juga pernyataan tegas bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang (I Tim. 6:10). Di dalam Alkitab begitu banyak dinyatakan tentang dampak negatif jika uang (kekayaan) mengusai kehidupan manusia (bnd. Ams. 10:2, 11:4; Mat. 6:19-21). Korupsi merugikan dan menyengsarakan atau dengan kata lain menindas orang lemah. Korupsi mengambil hak orang lain, maka korupsi  bertentangan dengan prinsip kasih dan keadilan terhadap sesama manusia. Dengan demikian korupsi dapat dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hak-hak asasi manusia karena merampas hak orang lain dan hak publik. Perbuatan ini sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka dari hal itu, berarti juga menghina pencipta dari manusia itu (bnd. Ams. 14:31). Padahal Yesus menekankan hukum kasih terhadap Allah dan sesama (bnd. Kel. 20:2-17, Mat. 22:37-39). Barang siapa mencoba menyuap seseorang pegawai atau siapapun juga, itu berarti ia membawa orang itu dalam suatu cobaan untuk berbuat ketidakadilan. Penyuapan bukan hanya suatu pencobaan  untuk berbuat ketidakadilan, melainkan juga hanya sesuatu ketidakjujuran. Barang siapa telah menerima uang  suap, ia tidak dapat lagi bersikap berani karena benar “bnd. Mat. 5:37). Sehingga orang yang demikian selalu diliputi rasa takut karena ia telah berbuat sesuatu yang harus disembunyikan, sesuatu yang jangan sampai ketahuan, sesuatu yang harus disimpannya dengan segala macam tipu muslihat dan dusta.[9]

Pada dasarnya korupsi merupakan sikap ataupun prilaku yang bertendensi negative, seperti yang dikemukakan Gunner Myrdal sebagai berikut:

1.      Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan mengenai kurang tumbuhnya pasaran nasional.

2.      Korupsi mempertajam permasalahan masyarakat plural, bersamaan dengan itu. Kesatuan Negara bertambah lemah. Juga karena turunnya martabat pemerintah.

3.      Korupsi mengakibatkan turunnya disiplin sosial. Uang suap itu tidak hanya dapat memperlancar prosedur administrasi, tetapi biasanya juga berakibat adanya kesenjangan untuk memperlambat proses administrasi agar dengan demikian dapat menerima uang suap.[10]

Selain itu, implikasi tindak  korupsi yakni:

1.       Hilangnya modal sosial. Hal ini diakibatkan karena sangat rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

2.      Hilangnya modal finansial. Hilang dikatakan disini adalah karena dikorupsi oleh pejabat dan yang berwenang. Implikasinya, dana-dana yang seharusnya digunakan untuk membiayai pembangunan beralih ke kantong-kantong pribadi pejabat, sehingga pembangunan beralih dari yang seharusnya dilakukan untuk membangun fasilitas publik menjadi pembangunan fasilitas sendiri seperti rumah yang harganya miliaran rupiah. Akibatnya masyarakat menjadi miskin sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka.

3.      Dampak-dampak korupsi dalam jangka panjang akan membuat sumber daya manusia mempunyai kualitas rendah. Indonesia juga bisa kehilangan modal sumber daya manusia yang unggul, sementara ketiadaan fisik membuat bangsa menjadi miskin secara fisik/ material.  Bahkan semakin diperparah dengan hilangnya sumber daya alam yang dimiliki bangsa karena digunakan untuk membayar hutang yang dikorupsi.  Akibatnya, kita akan menjadi orang tua yang tidak bertanggung jawab karena mewariskan hutang kepada anak cucu, sementara mereka tidak pernah menikmati hutang tersebut.

4.      Jika implikasi korupsi ini ditarik pada wilayah global, dalam pengertian persaingan antarnegara, maka korupsi telah membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lemah dan tidak kompetitif. Lemahnya sumber daya manusia telah membuat tenaga kerja Indonesia tidak mampu bersaing di tingkat internasional, karena tidak mempunyai kemampuan maupun keterampilan yang memadai. Akar penyebabnya adalah rendahnya subsidi pendidikan. [11]

 

2.4  Solusi Pemberantasan Korupsi

Dari pemaparan di atas, maka dapat kita lihat bahwa korupsi telah meninggalkan prinsip-prinsip moral yang dianut oleh orang Kristen. Kaedah moral itu adalah mencerminkan sifat Allah. Dan mendasari semua prilaku  manusia dan didasari pada fakta bahwa kita hidup di dalam jagad moral. Manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Allah dan memiliki kodrati dan melihat korupsi sebagai ketidakjujuran, bentuk penipuan yang telah menguntungkan orang kaya.[12] Sehingga itu sangatlah bertentangan etika Kristen. Selain itu, etika Kristen memandang bahwa korupsi bertentangan dengan keadilan dalam etika Kristen karena berusaha mengambil hak orang lain demi keuntungan pribadi. Senada dengan hal itu, korupsi  membuat tidak terjadinya kesejahteraan hidup manusia. Lebih dari itu, korupsi juga dapat pula menciptakan “allah” lain dalam hidupnya sehingga ia tergantung dan terkekang dan akhirnya menyembah uang.[13]

Bagaimanakah solusi pemberantasan tindak korupsi??

Korupsi ibarat gunung es di atas permukaan air laut. Walaupun kita berhasil menghancurkan permukaanya, selalu muncul lagi es yang baru sebab di bawah permukaan air laut masih terdapat bongkahan es yang lebih besar. Jadi, walaupun kita berhasil memenjarakan koruptor sebanyak-banyaknya akan tetap muncul koruptor baru sepanjang akar masalah korupsi tidak dihancurkan atau tidak ditangani dengan baik.[14]

Kalau akar masalah ada pada kondisi hidup rohani maka tentu jalan keluarnya juga terletak pada kerohanian. Orang yang melakukan korupsi dilihat sebagai orang yang kehidupan kerohaniannya buruk sehingga yang dibutuhkan adalah pembenahan hidup rohani. Kehidupan rohani yang sudah dibenahi dan menjadi baik akhirnya menjadi faktor pendorong lahirnya perilaku yang baik. Banyak juga cara mengantisipasi niat korupsi, antara lain dengan jalan menciptakan lingkungan yang tidak koruptif. Artinya, lingkungan yang tidak memberi peluang timbulnya korupsi. Melalui pembuatan aturan yang tidak koruptif di segenap aspek kehidupan tentu harus dilengkapi sanksi yang menjerakan serta ditegakkan secara benar, tegas, lugas dan tuntas.

Selain itu, pengenalan perilaku yang tidak koruptif juga perlu ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Ini dimulai di lingkungan keluarga. Begitu juga pendidikan di dalam masyarakat, baik pada lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan keagamaan serta pendidikan formal mulai sejak dini. Sampai pada kehidupan  bermasyarakat sebab pada dasarnya pendidikan adalah proses berlanjut bahkan hidup adalah proses belajar.

Pembinaan rohani adalah merupakan yang paling dasar untuk memberantas korupsi, karena dengan perobahan atau pembaharuan hati, maka seseorang mempunyai sikap dan kemampuan untuk tidak terjerumus ke dalam korupsi dan berhenti melakukannya. Dalam pembinaan rohani ada beberapa hal yang harus disosialisasikan dan sekaligus menjadi perenungan antara lain:

1.      Jabatan, kuasa dan wewenang adalah merupakan pemberian Allah, maka perlu disadari bahwa ada tanggung jawab kepada Tuhan (vertical) dan tidak hanya horizontal (hirarki).

2.      Tujuan hidup dan segala usaha adalah untuk mendapatkan berkat yang menjadi berkat yaitu berkat yang mendatangkan kesenangan, kebahagiaan, ketenangan hati (bnd. Ams. 15:16-17; Luk. 12:15, Ibr. 13:5) sementara hasil korupsi tidak akan menjadi berkat. Perlu kita sadari bahwa bukan jumlah yang kita miliki yang menentukan kebahagiaan, tetapi bagaimana keadaan hati kita dalam memiliki banyak atau sedikit. Sedikit apalagi kalau banyak bisa bahagia jika itu berkat Allah alias halal dan sebaliknya.

3.      Akar masalah adalah hati atau tabiat, maka perlu ada pembaharuan, dan pembaharuan itu hanya bisa dilakukan Allah dalam kita, melalui pekerjaan Roh Kudus. Dengan pembaharuan hati yang tidak dapat dipisahkan dengan pertobatan, maka kita bisa terhindar atau berhenti dari jalan memburu harta dengan menyimpang dari jalan iman (I Tim. 6:9-10; Mat. 26:41)

Belajar menikmati yang ada, mensyukuri yang ada, dengan demikian mendatangkan perasaan puas dengan yang didapatkan dalam segala usaha yang dilakukan (bnd. I Tim. 6:6-8; Ibr. 13:5, Luk. 3:14).[15]

Ada beberapa penanggulangan yang dapat kita sumbangkan dalam konteks hidup Indonesia saat ini diantaranya:

-          Lembaga Agama

Lembaga keagaamaan (gereja) harus mampu kembali kepada visinya yaitu untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan ini. Memberikan pembinaan dan memberikan pemahaman akan korupsi merupakan jalan yang terbaik untuk menyadarkan seseorang dalam tugas dan tangguhgjawabnya. Dan ini merupakan langkah dasar yang harus dilakukan gereja dalam memberantas korupsi. Dalam pembinaan dan pemberian pemahaman ada beberapa hal yang harus di sosialisasikan yaitu: Memberikan pemahaman dari dampak korupsi dari tinjauan Iman Kristen, Memberikan pemahaman tentang apa itu korupsi, harus memulai sebuah perubahan yang baru dari dalam dirinya sendiri.

-          Lembaga  Pendidikan

Pendidikan harus mampu memberikan kontribusi yang konkrit, agar pendidikan di negara ini tidak jauh terhadap realitasnya. Pertanyaannya kenapa harus pendidikan? Karena institusi pendidikanlah yang mengajarkan kepada peserta didik arti ilmu pengetahuan bagi diri sendiri dan orang lain. Artinya melalui pendidikan yang akan menjelmakan dirinya dalam realitas nyata kehidupan manusia. Pendidikan yang banyak dilakukan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi hampir tidak mengajarkan makna filosofis korupsi kepada peserta didiknya. Seharusnya Pendidikan tidak saja mengembangkan dimensi kognitif tetapi juga menumbuhkan dimensi afektif dan psikomotorik.

-          Birokrat Pemerintah

Aparat pemerintah sudah waktunya mensosialisasikan perilaku antikorupsi dalam seluruh jabatan. Peranan pemimpin dalam menjadikan pendidikan antikorupsi ini sebagai etos kerja yang absolute sangat diperlukan. Artinya seraya menjadikan etos kerja bagi bawahan pejabat tertinggi di setiap lembaga pemerintah harus memberikan teladan sikap antikorupsi.

-           Peran Masyarakat

Pendidikan di Sekolah sudah saatnya beranjak dari persoalan teoritis kepada persoalan yang nyata dan dihadapi langsung oleh peserta didik. Pesan-pesan moral harus di tonjolkan. Peserta didik dilatih untuk dapat menganalisis persoalan lingkungan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pendidikan yang menyenangkan dan langsung ke lapangan adalah kunci utama. Pemerintah dan masyarakat sudah selayaknya memberikan contoh yang baik kepada anak-anak lingkungan sekitar. Penekanan untuk mengikuti prosedur yang berlaku dan tidak mudah terpengaruh untuk mencari jalan pintas dalam urusan biokrasi dan keberanian untuk menolak memberi uang pelican yang diminta oleh pejabat atau aparat dalam segala urusan. [16]

 

2.4  Tindak Korupsi dan Penanggulangannya menurut Kimberly Aan Elliot

Adapun pembahasan pada poin 2.4 ini saya angkatkan dari buku yang berjudul ‘korupsi dan Ekonomi Dunia’ yang ditulis seorang Peneliti Utama pada Lembaga Ekonomi Internasional (Institute for International Economics) di Amerika, Kimberly Ann Ellliott [17]

Masalah korupsi seperti api kebakaran di seluruh dataran politik dunia. Dikatakan bahwa korupsi sebagai suatu hal yang berhubungan dengan kebijakan industry. Gaji pegawai yang rendah dibandingkan dengan gaji di sektor swasta. Maksudnya bila gaji pegawai negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, mungkin mereka terpaksa menggunakan jabatan mereka untuk menerima suap. Negara harus mempertimbangkan hal-hal seperti ini di saat menghadapi pilihan yang sukar apakah akan memotong gaji pegawai negeri yang terlalu banyak atau akankah mengurangi jumlah pegawai itu.

Elliot menuliskan ada beberapa sebab-sebab korupsi yang tidak berasal dari pemerintah yaitu sebagai berikut:

-          Karunia sumber daya alam, merupakan contoh yang sering dikemukakan dari sebuah sumber keuntungan, karena sumber itu secara khas dapat dijual dengan harga yang jauh melebihi ongkos pemanfaatannya. Ekonomi yang kaya dengan sumber daya alam lebih cenderung dihinggapi perilaku perilaku keuntungan yang berlebihan dibanding dengan ekonomi yang sedikit memilikinya.

-          Factor sosiologis, di dalam masyarakat yang hubungan-hubungan di dalamnya lebih dipersonalkan maka para pejabat pemerintah lebih cenderung memberikan bantuan kepada teman dan keluarga.

Dalam buku ini dipaparkan juga akibat korupsi. Adapun akibat-akibat korupsi adalah:

-          Korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi. Di mana korupsi terjadi, pengusaha sadar bahwa sebagian dari hasil investasi mereka di masa depan mungkin akan diminta oleh pejabat yang korup. Pembayaran uang suap sering kali diperlukan sebelum dikeluarkannya perizinan yang diperlukan. Karena itu para investor mungkin menyadari bahwa korupsi itu sejenis pajak, yaitu suatu jenis pajak yang sifatnya amat merusak karena perlu dirahasiakan dan serba ketidakpastian yang menyertainya, suatu hal yang mengurangi dorongan untuk melakukan investasi.

-          Korupsi juga menciptakan pemerintahan yang buruk melalui penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Apabila pemerintah mengalihkan sumbernya kepada proyek yang tidak berguna dan tidak perlu diberi prioritas yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan rakyat, hal ini merupakan jaminan bahwa negara akan tetap terbelakang dan miskin.

-          Korupsi juga memungkinkan timbulnya infrastruktur dan layanan yang lebih rendah mutunya. Misalnya pejabat yang korup mungkin akan mengizinkan pembangunan dengan menggunakan bahan yang murah dan di bawah standar dalam pembangunan gedung atau jembatan.  Kontraktor yang paling tidak efisien namun memiliki kemampuan terbesar untuk memberikan uang suap mungkin mendapatkan kontrak pemerintah. Karena itu, korupsi merendahkan kesejahteraan umum rakyat karena menaikkan harga, menghancurkan tatanan produksi, dan mengurangi konsumsi. Hal ini akan merugikan banyak pihak.

-          Korupsi menyebabkan pemborosan dan ketidakefisienan ekonomi karena dampaknya terhadap alokasi sumber-sumber yang ada. Korupsi menyebabkan pemberian layanan secara diskriminatif dan distorsi ekonomi melalui alokasi yang tidak tepat dan pemborosan sumber.

-          Korupsi adalah penghalang bagi investasi asing dan bantuan asing. Itulah sebabnya kenapa negara-negara yang korupsinya mewabah dan lembaga-lembaganya tidak berfungsi sering kali tidak menarik minat investor.

Elliott menuliskan bahwa masalah korupsi tidak dapat diselesaikan secara mudah dan cepat. Sumber dan akibat korupsi berbeda-beda sesuai dengan tempatnya dan masing-masing negara harus menentukan prioritasnya sendiri dan membentuk tanggapannya berdasarkan kebutuhan khususnya. Namun pada umumnya reformasi yang meningkatkan pertanggungjawaban politik dan persaingan ekonomi merupakan pengendali untuk mengurangi kesempatan untuk melakukan korupsi. Pemilihan umum yang jelas, kejelasan yang lebih besar dalam pembuatan keputusan dan pers yang bebas meningkatkan biaya potensi korupsi. Sedangkan ekonomi yang terbuka mengurangi keuntungan potensialnya. Reformasi yang menanggulangi korupsi adalah:

-          Reformasi kehakiman untuk menjamin kejujuran dan kebebasan dan membangun kapasitas,

-          Reformasi pegawai negeri dan kelembagaan lainnya untuk memperbaiki arus informasi  dan meningkatkan dorongan untuk kejujuran dan kinerja dan dalam pada itu mengurangi ketidakjujuran.

-          Menyederhanakan sistem pajak dan peraturan yang mengaturnya

-          Memperkuat undang-undang keuangan kampaye

-          Memperkuat lembaga-lembaga masyarakat madani, termasuk media massa, LSM. Dan kelompok-kelompok lain di tingkat rakyat.

Memang memerangi korupsi adalah suatu upaya yang demikian sukarnya, maka penyelesaian yang sederhana tidak akan ada. Korupsi harus diserang dari banyak sisi. Perlu penegakan secara lebih baik mengenai larangan menyuap para pejabat dalam negeri dan dengan mengadakan undang-undang yang baru yang melarang penyuapan pejabat negara lain; dengan mengakhiri pembebasan pajak uang suap, dengan mengaudit,memeriksa dalam bentuk yang lebih ketat dan peraturan tentang pembeberan keadaan perusahaan, dengan mengadakan beberapa perubahan dalam undang-undang kerahasiaan bank, dengan memberikan akses yang lebih mudah pada informasi pemerintah dan kebebasan yang lebih besar untuk mengkritik pejabat pemerintah, dan dengan menentukan secara lebih jelas peraturan-peraturan tentang pertentangan kepentingan dan etika.

2.3       Kebijakan Dan Perundangan Pemberantasan Korupsi Indonesia

Strategi pemberantasan korupsi melalui penataan kebijakan dan peraturan- perundangan dilakukan oleh banyak negara. Pemberantasan korupsi memerlukan perangkat undang-undang anti korupsi yang efektif karena dengan instrumen hukum ini dapat diberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan keadilan yang lebih objektif. Penataan kebijakan dan perundangan juga termasuk menata pranata hukum, sehingga membangun kapasitas hukum yang lebih berwibawa. Dengan adanya kapasitas hukum yang berwibawa, citra pemberantasan korupsi akan secara otomatis membaik.

Sejak tahun 2002, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan undang-undang tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,  menetapkan sistem pelaporan[18]

Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Sehubungan dengan hal ini, visi KPK adalah "Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi". Visi ini menunjukkan suatu tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pemberantasan korupsi memerlukan waktu yang tidak sedikit mengingat masalah korupsi ini tidak akan dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang

komprehensif dan sistematis. Sedangkan misi KPK ialah "Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi". Dengan pernyataan misi tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang dapat "membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia. Namun demikian, kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi di Indonesia bukan hanya terletak di KPK saja. Saat ini lembaga Kepolisian dan Kejaksaan juga memiliki wewenang yang sama dalam hal penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan Kejaksaan memiliki kewenangan melakukan penuntutan di pengadilan. Tersebarnya kewenangan di sejumlah lembaga ini memiliki konsekuensi tertentu yang dapat berimplikasi positif maupun negatif. Implikasi positifnya antara lain adalah kasus-kasus korupsi dapat cepat ditangani tanpa harus menunggu tindakan dari suatu lembaga tertentu. Masyarakat juga dapat melaporkan indikasi kasus dugaan korupsi kepada lembaga-lembaga terkait baik itu

III.             Refleksi Teologis

Kasus korupsi sudah merajalela dalam kehidupan manusia masa kini. Terkhusus di Indonesia, tindakan korupsi memang nyata adalah suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di negeri ini hal korupsi sudah  menjadi suatu kebiasaan. Korupsi di Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah. Bukan hanya itu, dalam ruang lingkup gereja aksi korupsipun sudah banyak terjadi. Bukan hanya korupsi materi tetapi juga korupsi waktu.  Pemimpin-pemimpin gereja seharusnya menyuarakan kebenaran dan keadilan. Namun hal ini dapat terjadi karena mental yang bobrok dari seorang pemimpin misalnya saja adanya sifat tamak atau tidak berkepuasan. Sebagian besar para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena ketamakannya, mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Praktek suap dapat memutar balikkan fakta atau keputusan peradilan. Yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Namun satu hal yang pasti adalah keputusan atau keuntungan yang didapat dari tindakan ini tidak akan mencapai pada tingkat kepuasan dan kebenaran yang sejati. Tindak korupsi/suap menjadikan manusia yang rakus akan kuasa uang (bnd. 1 Tim. 6: 10) dan akan berusaha mengumpulkan harta secara terus-menerus tanpa memperhatikan pelayanan dan tanggung jawab kepada Tuhan. Matius 6: 33 mengatakan ‘tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu’. Jangan hanya mencari kenikmatan dunia yang bersifat sementara atau tidak kekal.  Belajar mencukupkan diri dan bersyukur dengan apa yang kita miliki dapat menjadi kunci untuk mengurangi tindakan korupsi di lingkungan kita. Pembenahan rohani kita  akan membimbing kita untuk menjadi lebih baik dan melakukan apa yang berkenan padaNya. Sekalipun ada kesempatan atau objek yang bisa dikorupsikan tetapi jika Allah yang menjadi pemimpin kita, maka tindak korupsi tidak akan pernah terjadi. Mari menjadi agen-agen pembawa damai.

IV.             Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa korupsi adalah suatu tingkah laku atau tindakan seseorang ataupun kelompok yang melanggar norma-norma yang berlaku serta mengabaikan sebuah tanggung jawab. Dengan kata lain juga, koruptor dapat dikatakan orang-orang yang telah menyimpang dari nilai-nilai keagamaan dan sudah tidak mempunyai moral. Etika Kristen menentang dan melawan sebuah tindakan atapun sikap korupsi, karena sudah melawan kehendak Allah. Korupsi juga dapat menyengsarakan banyak orang bahkan sampai pada anak cucu kita. Perilaku korupsi merupakan buah dari kehidupan kerohanian yang tidak terpelihara dengan baik. Pembinaan rohani adalah merupakan yang paling dasar untuk memberantas korupsi, karena dengan perobahan atau pembaharuan hati, maka seseorang mempunyai sikap dan kemampuan untuk tidak terjerumus ke dalam korupsi dan berhenti melakukannya. Perlu ada kerja sama dari lembaga agama, pemerintah, lembaga pendidikan maupun masyarakat untuk memberantas korupsi.

V.                Daftar Pustaka

Adeney,Bernard. T. Etika Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Kanisius, 2000

Hadi Wiyono, Pendidikan Kewarganegaraan SMP VIII, Jakarta: Interplus, 2007

J. Foste Richard r, Uang, Sex, dan Kekuasaan, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1987

Kimberly Ann Elliott, Korupsi dan Ekonomi Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998

Lumbantoruan Magdalena, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1997

Manurung Kaleb, “Penanggulangan Masalah Judi dan Korupsi” dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Edisi XIV, Medan: STT Abdi Sabda, 2005

Poerwadaminta,W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1992

Rianto,Bibit S Koruptor, go hell: Mengupas anatomi korupsi di Indonesia,  Penerbit hikmah, 2009

Saragih Jaharianson, Korupsi Ditinjau Dari sudut Pastoral dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Edisi XIV, Medan, 2005

Saragih Jahenos, Simpul-Simpul Pergumulan Bangsa Dengan Solusinya, Jakarta: Suara GKYE Peduli Bangsa, 2005

Schoorl J.W., Modernisasi, Jakarta: PT Gramedia, 1984

Sunarno, Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik, Jakarta: Lembaga administrasi Negara Pusat kajian Administrasi Nasional, 2006, hlm. 73

White Jerry, Kejujuran, Moral dan Hati Nurani, Jakarta: BPK-GM, 1999

Winarno,Budi Globalisasi: Peluang atau ancaman bagi Indonesia,  Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008

Yewangoe A.A., Tidak Ada Negara Agama: Satu Nusa Satu Bangsa, Jakarta: BPK-GM, 2009

  Sumber Internet:

http://www.srie.org/2011/11/korupsi-di-indonesia-1-peringkat.html diakses 2 September 2013

 



[2] Jahenos Saragih, Simpul-Simpul Pergumulan Bangsa Dengan Solusinya, Jakarta: Suara GKYE Peduli Bangsa, 2005. hlm. 80

[3] Magdalena Lumbantoruan, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1997, hlm.149

[4] W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1992, hlm. 462

[5] A.A. Yewangoe, Tidak Ada Negara Agama: Satu Nusa Satu Bangsa, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 275

[6]Jaharianson Saragih, Korupsi Ditinjau Dari sudut Pastoral dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Edisi XIV, Medan, 2005, hlm. 34

[7] Jahenos Saragih, Op. Cit., hlm. 80-81

[8] Jerry White, Kejujuran, Moral dan Hati Nurani, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 16

[9] Jahenos Saragih, Op. Cit., hlm. 87

[10] J.W. Schoorl, Modernisasi, Jakarta: PT Gramedia, 1984, hlm. 183-184

[11] Budi Winarno, Globalisasi: Peluang atau ancaman bagi Indonesia,  Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008, hlm.  66-68

[12] Bernard. T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hlm. 218

[13] Richard J. Foster, Uang, Sex, dan Kekuasaan, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1987, hlm. 28

[14]Bibit s rianto, Koruptor, go hell: Mengupas anatomi korupsi di Indonesia , Penerbit hikmah, 2009, hlm. 26

[15] Kaleb manurung, “Penanggulangan Masalah Judi dan Korupsi” dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Edisi XIV, Medan: STT Abdi Sabda, 2005, hlm. 77-78

[16] Hadi Wiyono, Pendidikan Kewarganegaraan SMP VIII, Jakarta: Interplus, 2007, hlm. 69

[17]Kimberly Ann Elliott, Korupsi dan Ekonomi Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998, hlm. 139

[18]Sunarno, Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik, Jakarta: Lembaga administrasi Negara Pusat kajian Administrasi Nasional, 2006, hlm. 73

PA PP GKPI MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK

 

Menjadi pemimpin yang baik (Markus 10:42-45)

 

I.                   Pendahuluan

Musa, Raja Daud, Raja Salomo, dsb, adalah contoh pemimpin  dalam Alkitab. Jokowi, Jusuf Kalla merupakan pemimpin yang bekerja pada  pemerintahan Indonesia. Dan Pemuda-pemudi adalah tunas gereja yang kelak akan menjadi leader/pemimpin, baik dalam gereja, di instansi pemerintahan maupun dalam keluarga. Seorang pemimpin ingin tampil baik dan dihormati. Bahkan tak jarang ada pemimpin yang gila hormat dan gila harta. Ingin dilayani dan tidak melayani dengan baik. Seorang pemimpin Kristen tentunya harus memiliki karakter khusus dibanding dengan pemimpin dalam suatu instansi pemerintahan/perusahaan. Untuk lebih memahami thema ini mari kita melakukan diskusi.

 

II.                Diskusi Kelompok

-          Berikan pendapatmu terhadap banyaknya pemimpin yang gila hormat dan gila harta? Dan diskusikan apa penyebabnya?

-          Seorang pemimpin yang baik harus bertanggung jawab atas seluruh aspek pekerjaannya selain bertanggung jawab, sebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin?

-          Apa yang harus dipersiapkan PP untuk menjadi Pemimpin yang baik. Tantangan apa saja yang akan dihadapi bagaimana menghadapinya?

-          Sebutkan kesan saudara/I terhadap PA ini!

Selamat Berdiskusi  J

 

-ANAK MUDA YANG MELAYANI-

("Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang, Mark. 10:45)